Hakikat Menundukkan Hawa Nafsu

on Rabu, 14 September 2011
Ramadhan Bulan Utama

Memang benar, bulan Ramadhan adalah bulan yang setiap detik, menit, jam, dan hari-harinya penuh dengan keutamaan. Di antara keutamaan-keutamaan tersebut adalah: Pertama: Ramadhan membentuk pribadi Mukmin yang taat secara total kepada Allah SWT dan Rasul-Nya dalam seluruh perkara yang diperintahkan ataupun yang dilarang-Nya tanpa ada keraguan di dalam hatinya. Ia sepenuh hati menjalankan Islam secara kaffâh (menyeluruh) baik dalam masalah akidah maupun syariat seperti ibadah, makan, minum, berpakaian, hubungan sosial, politik, ekonomi, budaya, pemerintahan, dan lain sebagai-nya. 

Mereka siap untuk mengikuti wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dengan ikhlas dan tawakal. Kedua, pada sisi lain, pada bulan Ramadhan, Allah SWT menurunkan wahyu berupa al-Quran pertama kali. Wahyu inilah yang merupakan sumber hukum untuk dijadikan pemimpin dan pemandu kehidupan. Dengan tegas, Allah SWT berfirman: Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan al-Quran sebagai petunjuk (hudan) bagi manusia, penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu (bayyinât), dan pembeda (furqan) (antara yang haq dan yang batil).” (TQS al-Baqarah [2]: 185). Ayat ini menjelaskan bahwa al-Quran diturunkan oleh Allah swt. sebagai petunjuk bagi manusia yang mengimaninya, dalil (argumentasi) yang jelas dan tegas bagi mereka yang memahaminya, serta pembeda antara kebenaran dan kebatilan (halal dan haram). (Lihat: Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, I, halaman 269).

Al-Quran bukanlah merupakan kitab kumpulan pengetahuan semata, melainkan merupakan petunjuk hidup bagi manusia. Al-Quran tidak hanya sekadar untuk dibaca dan dihapalkan saja, melainkan harus dipahami dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Allah SWT berfirman:
Apa saja yang diperintahkan oleh Rasul, ambillah; apa saja yang dilarangnya, tinggalkanlah. (TQS al-Hasyr [59]: 7). Singkatnya, setiap hukum yang terdapat dalam al-Quran mutlak harus dijalankan, baik terasa berat maupun terasa ringan. Yang tertanam dalam hati dan pikiran kita adalah “Kami mendengar dan kami patuh!” Begitulah prinsip yang harus menjadi pegangan kita. Alangkah ruginya orang yang memahami al-Quran tetapi tidak mengamalkannya. Orang seperti itu laksana pohon besar yang rimbun dengan dedaunan hijau nan lebat tetapi tidak menghasilkan buah sama sekali.

Jadi, pada bulan Ramadhan Allah bukan sekadar memerintahkan puasa agar kita bertakwa, tetapi juga menurunkan al-Quran sebagai sumber aturan untuk mencapai ketakwaan tersebut.
Memang, tidak setiap orang akan mendapatkan petunjuk dari sisi Allah. Hanya orang-orang yang beriman kepada-Nyalah yang akan dituntun dan ditunjuki sehingga dia selamat di dunia dan akhirat. Allah SWT berfirman: Kitab (al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya, sebagai petunjuk bagi mereka yang bertakwa. (TQS. al-Baqarah [2]: 2). Artinya, hanya orang-orang yang memelihara dirinya dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya dalam seluruh aspek kehidupannyalah yang akan diberikan petunjuk oleh Allah.

Ketiga, sungguh Allah SWT Mahaadil, Mahabijak, Maha Pengasih, dan Maha Penyayang. Dalam bulan Ramadhan, pintu ampunan dibuka oleh Allah selebar-lebarnya, setan-setan dibelenggu agar tidak bisa menggoda manusia untuk berbuat mungkar, pintu-pintu surga dibuka lebar-lebar, dan kenikmatan Allah dicurahkan seluruhnya. Dalam bulan ini juga terdapat satu malam yang lebih baik dari pada 1000 bulan. Dialah malam Lailatulqadar. Pada malam tersebut, untuk pertama kalinya, al-Quran diturunkan kepada Rasulullah saw. sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia, bukan hanya bagi kaum Muslim saja.

Hakikat Menundukkan Hawa Nafsu

Biasanya, sering kita mengatakan atau mendengar bahwa shaum berfungsi untuk menundukkan hawa nafsu jelek kita. Hanya saja, yang dimaksud sekadar menahan makan dan minum, tidak melakukan judi, tidak bertengkar, tidak menggunjing, atau aktivitas lain yang sifatnya moralitas semata. Kalaupun faktanya demikian, berarti telah terjadi penyempitan makna dari pengertian menundukkan hawa nafsu itu sendiri. Allah SWT berfirman: Tiadalah yang diucapkannya itu (al-Quran dan al-Hadis) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (TQS an-Najm [53]: 3-4). Katakanlah (hai Muhammad), “Sesungguhnya Aku hanya memberi peringatan kepada kalian dengan wahyu.” (TQS al-Anbiya [21]: 45). 

Dalam ayat di atas, Allah SWT secara tegas menjelaskan bahwa hawa nafsu dan wahyu adalah saling bertolak belakang. Artinya, hawa nafsu bertentangan dengan wahyu. Kalau wahyu diartikan sebagai segala sesuatu yang datang dari Allah SWT, maka hawa nafsu adalah sebaliknya, yaitu segala sesuatu yang datang dari manusia. Oleh karena itu, hawa nafsu tidak hanya terbatas pada aspek moralitas yang salah saja, tetapi juga seluruh aktivitas yang keliru yang bersumber dari diri manusia sendiri. Karena itu, ketika bulan Ramadhan dikatakan sebagai bulan menundukkan hawa nafsu, maka yang seharusnya terbayang dalam benak kita adalah kita menundukkan hawa nafsu kita pada kehendak wahyu sehingga kita tidak akan melakukan seluruh aktivitas-bukan sekadar aspek moralitas semata-yang dilarang oleh wahyu (al-Quran dan al-Hadis). Artinya, selain kita meninggalkan judi, kita juga harus meninggalkan aktivitas menghalang-halangi atau bahkan menekan dakwah Islam. 

Selain kita meninggalkan mengunjing orang lain, kita juga harus meninggalkan upaya mempropagandakan sekularisme, nasionalisme, paham kebebasan, penyamaan agama, kapitalisme, sosialisme, komunisme, demokrasi, dan pahampaham sesat lainnya yang bertentangan dengan paham Islam. Kita pun berusaha untuk tidak melakukan praktik riba, bermuamalah ekonomi secara kapitalis, berpolitik secara machiavelis, bernegara tanpa undang-undang al-Quran dan al-Hadis, mempertahankan hukum kufur, berinteraksi dalam masyarakat tanpa patokan-patokan sistem sosial kemasyarakatan secara islami, serta menjalani seluruh kehidupan tanpa berdasarkan syariat Islam. Allah SWT berfirman: Siapa saja yang menjadikan selain Islam sebagai dîn (agama, keyakinan, ideologi) maka tidak akan diterima apa pun darinya dan di akhirat kelak dia termasuk orang yang merugi. (TQS Ali Imran [3]: 85)Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah? (TQS al-Maidah [5]: 50)Dari dua ayat di atas, tampak jelas bahwa kita diminta untuk berhukum hanya pada apa yang telah diwahyukan oleh Allah seluruhnya, bukan sepotong-sepotong. Itulah hakikat sebenarnya dari upaya menundukkan hawa nafsu. Apabila kita telah melaksanakan aktivitas tersebut, insya Allah kita akan terkategori sebagai manusia yang benar-benar bertakwa sebagaimana firman Allah: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa. (TQS al-Baqarah [2]: 183).

Hubungan Ketakwaan dengan al-Quran

Bulan Ramadhan adalah bulan takwa dan bulan turunnya al-Quran (Lihat: QS al-Baqarah [2] ayat 185 dan 183). Siapa pun yang mengkaji al-Quran dengan baik akan menyimpulkan bahwa orang yang bertakwa hidupnya akan senantiasa dipimpin oleh syariat Allah (al-Quran). Allah SWT berfirman: Alif lâm mîm. Inilah Kitab (al-Quran), tidak ada keraguan padanya, sebagai petunjuk bagi mereka yang bertakwa. (TQS al-Baqarah [2]: 1-2). Berdasarkan ayat ini, orang yang bertakwa akan selalu menjadikan al-Quran sebagai cahaya dan way of life (petunjuk hidup) dalam menyelesaikan problematika hidupnya dan manusia sekitarnya. Dalam ayat lain, Allah SWT mewahyukan: Al-Quran itu adalah kitab yang diberkati yang Kami turunkan. Karena itu, ikutilah dia dan bertakwalah agar kalian diberi rahmat. (TQS al-An’am [6]: 155). Dalam ayat di atas, Allah lebih mempertegas penjelasannya, betapa mereka yang bertakwa akan senantiasa mengikuti apa saja yang diwahyukan oleh Allah dalam al-Quran maupun as-Sunnah.

Khatimah

Bulan Ramadhan merupakan bulan turunnya al-Quran. Pada zaman Jahiliah dulu, dengan bermodal al-Quran-lah Rasulullah saw. membangkitkan manusia dari kejahiliahan menjadi umat yang mulia dengan diterangi oleh cahaya Islam. Dengan al-Quran itu pulalah, beliau beserta para sahabatnya menyelesaikan persoalan di antara mereka sendiri maupun antar mereka dan kaum munafik/kafir baik yang ada di dalam maupun yang berada di luar Daulah Islamiyah, menerapkan keadilan di tengah-tengah mereka, dan menunjuki manusia ke jalan yang terang-benderang.

Dalam bentangan waktu 13 abad, umat Islam senantiasa berada (pada saat Ramadhan) dalam keadaan menerapkan Islam di bawah satu komando yaitu seorang khalifah. Pada saat ini pun umat Islam tengah berada dalam bulan suci Ramadhan. Namun, berbeda dengan bulan suci yang terdahulu, saat sekarang hukum-hukum Islam telah dicampakkan oleh umat Islam sendiri dan diganti dengan sistem hukum kufur yang lain. Umat pun pada saat ini di seluruh dunia tidak lagi dalam satu kepemimpinan.
Jika demikian, belum tibakah saatnya umat Islam untuk bersatu memperjuangkan dan menegakkan hukum Islam, padahal Ramadhan datang setiap tahun?

Sumber : www.al-islam.or.id

0 komentar:

Posting Komentar